awal

Laman

Jumat, 21 Oktober 2011

Pantai Losari Makassar vs Boulevard Manado


Keindahan Bolevard Manado kini tergantikan dengan bangunan Mall

PANTAI Losari kota Makassar dan Pantai Boulevard kota Manado kini memiliki nasib sama. Yakni telah hilang akibat tergilas pembangunan dan pengembangan wilayah kota lewat penimbunan atau reklamasi. Padahal kedua garis pantai ini dulunya merupakan areal publik yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat untuk menikmati keindahan laut, yang tentu murah meriah.

Namun sayang, Pantai Losari yang dulunya dikenal sebagai pantai dengan meja makan terpanjang seluruh dunia karena puluhan hingga ratusan gerobak penjual makanan berderet rapi digaris pantai ini. Tapi itu sudah hilang dan tidak terlihat lagi semenjak November 2004 ketika proyek revitalisasi Pantai Losari dimulai.

Demikian pula dengan pantai Boulevard, yang dulunya tidak pernah sepi dari warga yang menikmati keindahan sunset dan sunrise, serta keindahan pulau Manado Tua yang berada tepat di sepanjang garis pantai juga menghilang semenjak  dimulainya reklamasi di tahun 1997. Otomatis saja, pemerintah seakan menjarah ruangan public dengan menggantikan konsep reklamsi yang tentu hanya menguntungkan segelintir investor yang jelas-jelas bertujuan bisnis.

Tapi jika diamati, warga kota Makassar tergolong beruntung jika dibandingkan dengan warga kota Manado. Karena konsep reklamasi yang terapkan untuk Pantai Losari benar-benar bertujuan untuk kepentingan publik. Padahal ketika walikota Makassar Malik B. Masry (1994-1999) mencetuskan konsep masa depan Losari berbagai penolakan bermunculan.

Pantai Losari Makassar yang direklamasi untuk ruangan publik
Mulai dari masalah sosial tentang nasib ratusan pedagang yang sekian tahun telah menggantungkan hidup di Pantai Losari dengan berjualan makanan dan minuman serta mengamen hingga mengemis. Belum lagi penolakan dari segi lingkungan, karena jelas konsep reklamasi akan mengorbankan biota laut yang ada di sepanjang pantai tersebut.

Namun Masry tetap berupaya untuk meyangkinkan warganya, bahkan dirinya melibatkan langsung masyarakat kota Makassar untuk ikut mendesain konsep reklamasi dengan melakukan sayembara penataan pantai Losari yang dianggap lebih modern. “Losari membutuhkan penambahan space karena harapan masyarakat semakin tinggi untuk memanfaatkan Losari sebagai public space. Makanya, pemerintah kota Makassar berniat semata-mata untuk public space, bukan bisnis space,” janji Maula ketika itu yang dikutip dari www.majalahversi.com.

Dengan demikian, tepat Selasa 9 November 2004, proyek revitalisasi Pantai Losari pun dimulai. Dan kini, apa yang dijanjikan oleh pemerintah Makassar benar-benar dibuktikan. Dimana reklamasi Pantai Losari memang untuk ruangan publik bagi masyarakat kota Makassar dari berbagai elemen. Ditandai dengan pembangunan anjungan serta huruf-huruf ukuran dua meter bertengger kokoh di bibir anjungan dengan tulisan “Pantai Losari”.

Pantai Losari yang tidak pernah sepi dari masyarakat bersantai

Lokasi ini sendiri tidak pernah sepi dari masyarakat, terutama menjelang matahari terbenam. Bukan hanya warga kota Makassar namun pantai Losari kini menjadi salah satu lokasi tujuan wisata bagi masyarakat yang mengunjungi kota ini dan ini tentu menghidupi ratusan penjual makanan yang dulunya mendiami garis pantai Losari.

Lalu bagaimana dengan pantai Bolevard yang kini telah tergantikan dengan gedung mall? Jelas jika dibandingkan dengan peruntukan reklamasi pantai Losari, maka konsep reklamasi pantai Boulevard benar-benar telah merampas ruangan publik masyarakat kota Manado. Karena kini masyarakat tidak dapat lagi menikmati keindahan pantai semenjak sejumlah pengembang telah mengkapling lokasi yang ada di sepanjang garis pantai tersebut untuk ditimbun.

Kini Bolevard hanya milik pengusaha, bukan lagi masyarakat umum
Yang lebih memiriskan lagi, pihak kepolisian begitu gencarnya melakukan rasia terhadap warga yang mencoba untuk menikmati “sisa-sisa” keindahan pantai Boulevard di belakang gedung-gedung mall yang menghadap pantai. Tentu ini sangatlah tidak adil, karena jelas masyarakat membutuhkan ruangan publik, apalagi kota Manado yang kini menjadi kota berkembang dan pusat Sulawesi Utara yang tentu sangat membutuhkan ruangan publik.

Sangat jelas jika pantai Boulevard yang dulunya milik masyarakat kini telah dijadikan lahan  bisnis space. Yang tentu sangat-sangat tidak membawa keuntungan bagi masyarakat, apalagi menikmati konsep reklamasi tersebut. Malah boleh dikatakan semakin memojokkan masyarakat, terutama masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan, karena kini tidak ada lagi lahan untuk tambatan perahu.

Harusnya pemerintah kota Manado bisa melakukan kajian, dengan belajar ke pemerintah Makassar yang jauh lebih mementingkan kepentingan publik daripada bisnis. Karena jelas kepentingan publik lebih utama daripada kepentingan bisnis yang tentu hanya dinikmati oleh segelintir orang saja, namun masyarakat hanya bisa menjadi penonton.(*)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dikunjungi