awal

Laman

Minggu, 10 Juni 2012

Menatap Bunga Dari Mahawu


RAUANGAN kendaraan roda empat membelah pekat malam Sabtu (05/7) lalu, menampaki jalan licin bebatuan menuju gunung Mahawu. Kembali gunung ini menjadi tujuan perjalanan Tim Jelajah Swara Kita (TJ-SK) setelah pekan lalu juga menjadi tujuan pendakian, namun kali ini dengan menggunakan kendraan roda empat bukan roda dua.

Bertolak dari markas TJ-SK di jalan Walanda Maramis nomor 186, Hendra ‘Henzu’ Zoenardjy, Ronal ‘Onal’ Rompas dan penulis ditemani biro Tomohon Swara Kita, Romy Kaunang meyempatkan diri untuk melihat-lihat Tomohon Flowers Festival (TFF) yang pada hari itu memasuki persiapan penutupan acara setelah digelar dari tanggal 29 Juni sampai 06 Juli.

Yang menarik perhatian TJ-SK adalah proses mempersipakan karpet bunga seluas 49 x 79.2 meter padahal waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 Wita tapi sengatan dinginnya udara tak dihiraukan oleh puluhan warga yang sementara merangkai kurang lebih lima juta kutum bunga menjadi logo TFF diatas lapangan.

Aroma bunga di seputaran lokasi penutupan iven ini begitu jelas menusuk hidung larut dalam dinginnya udara pegunungan kota Tomohon. Setelah menghabiskan sekian jam menikmati proses pembuatan karpet bunga kami kemudian melanjutkan perjalan ke gunug Mahawu yang terletak di ruas jalan menuju desa agrowisata Rurukan sebelah timur Kota Tomohon.

Dengan hamparan kebun pertanian yang dikelola oleh penduduk setempat secara tradisional menyimpan keunikan tersendiri mengolah dengan peralatan sederhana tanpa sentuhan alat modern. Lokasi pertanian ini terletak diantara lereng-lereng bukit yang dibuat bedengan-bedengan secara terasering, pada saat tanaman holtikultura ini mulai tumbuh, akan melahirkan pemandangan indah yang menyejukkan. Tempat ini juga berudara sejuk dan nyaman.

Dengan ketinggian 1300 dari permukaan laut gunung Mahawu menjadi salah satu tujun pendakian yang cukup digemari selain gunung Lokon dan gunung Soputan karena akseses serta medan pendakian yang sangat mudah sehingga setiap akhir pekan gunung berapi ini tak pernah sepi dari aktifitas pendakian.

Tanpa hambatan kendraan roda empat terus melaju membelah pekat malam, rupanya pemerintah Tomohon memang serius untuk menjadikan gunung ini sebagai tempat wisata layaknya Tangkuban Perahu dan Bromo di daerah Jawa yang dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan yang tentu sangat memanjakan para wisatawan padahal jika dipikir tanpa pembangunan jalan inipun gunung Mahawu dapat diakses walaupun hanya berjalan kaki dan yang pasti lebih nature.

Disatu sisi memang potensi untuk mengolah Mahawu dengan konsep Tangkuban Peruhu sangatlah pas karena kondisi dan medan serta jarak tempuh dari kota Tomohon dengan jalan beraspal yang dijamin mulus. Dengan demikian potensi yang tersipan di lokasi ini dapatlah dimanfaatkan sepenuhnya sehingga mendatangkan pemasukan PAD yang tentu tak sedikit.

Dengan adanya jalan ini, para orang tua tentu bakal lebih mudah untuk mengajarkan dan mendekatkan buah hati mereka ke alam dan yang pasti kedepanya gunung Mahawu bakal menjadi salah satu pilihan wisata keluarga.

Kedepanya pemerintah harus menambah beberapa fasilitas pendukung seperti tempat berteduh berupa pendopo, bak sampah dan petugas kemaanan. Ketiga fasilitas ini sangat perlu untuk di persiapkan mengingat cuaca di daerah ini yang lebih dominan hujan sehingga sarana pendopo sangat diperlukan untuk berlindung dari hujan selain itu sebagai tempat beristirahat para pengunjung setelah melakukan pendakian ke bibir kawah Mahawu.

Dengan mudahnya lokasi ini dikunjungi dengan kendraan bermotor, otomatis volume pengunjung akan bertambah seiring peningkatan sampah yang ditinggalkan sehingga tempat-tempat sampah perlu dihadirkan. Supaya kenyamanan dan kemanan pengunjung maka pemerintah harus menyediakan petugas kemaaman untuk menjamin kedua hal tersebut karena tidak menutup kemungkinan para pedagang kaki lima juga bakal hadir seperti lokasi wisata alam lainya.

Terlepas dari itu semua dengan terbukanya akses jalan ini otomatis menimbulkan beberapa dampak yang harus diantisipasi oleh pemerintah kedepanya, seperti tingkat polusi akan meningkat serta habitat satwa yang ada disepanjang jalan akan terusik dengan bisingnya kendaraan bermotor.

Tak hanya hal tersebut warga diseputaran kaki gunung ini bahkan kota Tomohon terancam akan persedian air karena entah berapa puluh pohon yang di korbankan demi proyek pembanguan jalan ini.

Mungkin lebih baik jika Mahawu dibuat seperti Gunung Gede di Jawa Barat, dimana jalur pendakian hanya menggunakan jalan setapak tanpa harus membuka jalan untuk kendaraan roda empat. Jadi jalan setapaknya tetap dipertahankan dengan cara disemen dan dibuat lebih alami tanpa mengorbankan pohon. Waktu sudah menunjukkan pukul 23.30 Wita ketika kami sampai di bibir kawah gunung yang notabene adalah puncak Mahawu.

Kabut tebal dan angin menyambut kedatangan kami dan tujuan untuk melihat karpet bunga dari atas gunung ini sangat tipis melihat cuaca yang kurang bersahabat. Sambil melepas lelah dan berharap kabut akan segera pergi agar perjalanan dan tujuan peburuan bunga TFF dari puncak Mahawu tidak sia-sia. Tapi rupanya apa yang kami harapkan tak juga dapat terkabulkan dan sekitar pukul 00.00 Wita dengan hati yang berat kami memutuskan untuk segera meninggalkan tempat tersebut mengingat tiupan angin yang semakin kencang disertai dengan butiran embun dan memutuskan untuk kembali lagi pada pagi hari ke puncak tersebut.

Matahari masih malu-malu menampakkan dirinya ketika kami kembali menapaki jalan bebatuan ke gunung Mahawu berharap cuaca tidak akan seperti tadi malam tapi lagi-lagi kebut menyelimuti puncak gunung ini, dan harapan untuk mendapatkan foto karpet bunga TFF sirna tinggal impian.(abinenobm/tj-sk)

dipublikasikan SKH Swara Kita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dikunjungi